https://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/issue/feedPAPPASANG2025-07-31T10:10:48+08:00Muhammad Nur Murdannure1mandary@stainmajene.ac.idOpen Journal Systems<p><strong>Pappasang</strong> is a journal published by Department of the Qur'anic Studies and Tafseer, Faculty of Usuluddin, Adab and Dakwah (UAD), STAIN Majene. The journal is published twice annually (June and Desember) to encourage and promote the study of the Quran-Hadith, Islam and Contemporary Thought designed to facilitate scholarly dialogue.</p> <p><strong>Focus</strong> : To provide readers with a better understanding of Islamic Studies and present developments through the publication of articles and book reviews</p> <p><strong>Scopes </strong>: a journal concern on Quran and Hadith Studies such as the Living Qur’an, the Qur’an and Social Culture, thoughts of figures about the Qur'anic Studies, the Exegesis Studies and etc.; Similarly, matters relating to the Hadith, the Hadith Studies, Living Hadith, Hadith and Social Culture, thoughts of figures about hadith and etc.; Islam and Contemporary Thought; Islamic Philosophy</p>https://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1227Al-Tikra>r dalam al-Qur’an 2025-07-29T10:12:56+08:00Teguh Arafah Juliantoteguh_arafah@iainpalopo.ac.idKiki Angrainikikiangraeni12@gmail.com<p>pengulangan <em>(al-Tikra>r)</em> yang terdapat dalam surah al-Mursala>t dalam kitab tafsir <em>khuluqun ‘azhim </em>juz tabarak. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (<em>library research) </em>yang bersifat deskriptif-analisis, selain itu dari segi metode penelitian tafsir, Penelitian ini menggunakan metode penelitian tafsir metode <em>tahlili</em>. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa dalam penafsiran M. Yunan Yusuf pengulangan pada ayat وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ terdapat tema tersendiri, mulai dari tema mengawali peristiwa Hari Kiamat, penciptaan manusia dan bumi, penghancuran jagat raya hingga pada azab dan gambaran keadaan manusia yang mendustakan. Adapun maksud dari pengulangan yang terjadi pada surah al-Mursala>t dalam penafsiran M. Yunan Yusuf dalam kitab <em> khuluqun adzim </em> adalah sebagai bentuk peringatan serta ancaman bagi orang-orang kafir agar tidak kufur dan tidak mendustakan adanya Hari Kiamat dan pengulangan ini tentunya sebagai <em> ta’kid. </em></p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1425Pakaian Perempuan dalam Visualisasi Hadis 2025-05-05T02:46:45+08:00Nurmadia Hadidheahadisyam126@gmail.comDarsul S. Puyu darsul.puyu@uin-alauddin.ac.idLa Ode Ismail Ahmadlaodeismail@uin-alauddin.ac.id<p>Salah satu isu sosial kegamaan yang senantiasa menarik untuk dikaji adalah persoalan perempuan. Dalam perkembangan kekinian, persoalan perempuan terkait pakaian dari perspektif hadis dicoba divisualisasikan dalam bentuk animasi digital. Sehingga pemahaman hadis akan berkembang dan mengambil bentuk baru yang terdiri dari gambar, suara, dan warna. “CulapCulip” adalah salah satu akun youtube animasi Islami yang mencantumkan Al-Qur’an dan hadis di dalamnya. Hadis yang ditampilkan dalam animasi tersebut tidak disampaikan secara komprehensif. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk meneliti kesesuaian hadis yang ditayangkan dalam animasi tersebut berdasarkan kitab syarah hadis mengingat animasi CulapCulip memiliki jutaan <em>subscriber</em> dan tentunya memberikan dampak positif atau negatif terhadap para penonton. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan berbentuk analisis konten dengan menggunakan studi kepustakaan (<em>library research</em>) dan pendekatan syarah hadis untuk memverifikasi hadis-hadis yang terdapat dalam animasi CulapCulip tentang pakaian perempuan. Penelitian ini mendapati bahwa pemahaman kreator animasi CulapCulip terhadap hadis yang divisualkan dalam video Buat Apa Berjilbab Kalau Tidak Berakhlak, Pamer Aurat Pakai Baju Ketat, Hukum Perempuan Meniru Gaya Laki-laki, dan Hukum Cadar dalam Islam terdapat kesesuaian dengan penjelasan hadis dalam kitab syarah hadis atau syarah ulama. Penelitian ini juga mendapati bahwa "CulapCulip" berusaha menvisualisasikan hadis-hadis Nabi tentang pakaian perempuan dengan pemaknaan yang sesuai resepsi pemahaman hadis masyarakat. "CulapCulip" telah berhasil menampilkan satu pendekatan yang tergolong baru dalam memberikan pemahaman tentang hadis Nabi dalam bentuk animasi melalui akun youtube.</p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1250Gagasan Politik Wahdah Islamiyah dan Implikasinya Terhadap Partisipasi Politik Pemilihan Umum Presiden Tahun 20242025-07-30T08:23:10+08:00Adrian Dionadriankhaeruddin5@gmail.comSyarifuddin Jurdi sjurdi06@gmail.comSyahrir Karim syahrir.karim@uin-alauddin.ac.id<p>Penelitian ini mengkaji tentang Gagasan Politik Wahdah Islamiyah dan Implikasinya Terhadap Partisipasi Politik Pemilihan Umum Presiden Tahun 2024. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ; 1)Gagasan politik Wahdah Islamiyah, 2)Implikasi gagasan politik Wahdah Islamiyah terhadap partisipasi politik pemilihan umum Presiden tahun 2024. Dengan menggunakan teori kepemimpinan masyarakat Islam, partisipasi politik dan elit politik. Jenis penelitian ini adalah kualitatif lapangan dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, sumber data penelitian terdiri dari ; sumber data primer, yaitu pendiri dan pengurus DPP Wahdah Islamiyah, Dewan Syuro dan Dewan Syariah. Sumber data sekunder diambil dari berbagai literatur yang berkaitan dengan tema penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gagasan politik Wahdah Islamiyah bersumber dari al-Qur’an dan hadis, dan pandangan para ulama kontemporer, serta pandangan para asatidza pendiri Wahdah Islamiyah dengan menekankan <em>amar</em> <em>ma’ruf</em> <em>nahi</em> <em>munkar</em> dalam seluruh sendi kehidupan. Implikasi gagasan politik Wahdah Islamiyah terakomodir dalam bentuk; konsolidasi kelembagaan, proliferasi kader, dan penguatan jaringan kelembagaan.</p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1519Tradisi Piduduk pada Prosesi Upacara Perkawinan di Kecamatan Daha Selatan Kalimantan Selatan 2025-07-30T09:09:20+08:00Sauva Asviaasviasauva@gmail.comSari JamilaSarijamila048@gmail.com<p>Abstrac</p> <p><em>This research is backgrounded by the state of Daha Selatan sub-district which is classified as religious, many scholars who teach religious science both in the assemblies of ta'lim or in the cottage of pesantren and communities who are classified as religious. But on the other hand, the community in Daha Selatan District is still very thick to carry out the traditions passed down by ancestors, one of the traditions that until now they still implement is the tradition of piduduk at the procession of the wedding ceremony. The study aims to describe how traditions are in the procession of marriage ceremonies in the sub-district of Daha Selatan and discover the meaning behind tradition. This researcher uses the Living Qur’an research method, which provides a new paradigm for the development of contemporary Qur’an studies, so that the study of the Qur’an does not only dwell on the area of text studies. This research results in the findings that the tradition of Piduduk is a relic of pre-Islamic Banjar community that is still being implemented. The tradition of persatukat has the meaning of hope / do’a, as an expression of gratitude and also become a charity for those who do it. The law of carrying out the tradition of sitting on the procession of the wedding ceremony can change according to the cause and intentions of the person who performs it. The law of carrying out the tradition of Piduduk can be a mock, illegal, and some scholars in the sub-district of Daha Selatan view that carrying out the tradition of pidukat can be rewarded.</em></p> <p><em>Keywords: ,Living Qur'an, Piduduk, Tradition</em></p> <p>Penelitian ini dilatar belakangi oleh keadaan Kecamatan Daha Selatan yang tergolong agamis, banyaknya para ulama yang mengajarkan ilmu agama baik di majelis-majelis ta’lim ataupun di pondok pesantren dan masyarakat yang tergolong taat dengan agama. Namun disisi lain masyarakat di Kecamatan Daha Selatan masih sangat kental sekali menjalankan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang, salah satu tradisi yang sampai sekarang masih mereka laksanakan adalah tradisi piduduk pada prosesi upacara perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana tradisi piduduk dalam prosesi upacara perkawinan pada masyarakat kecamatan Daha Selatan serta menemukan makna dibalik tradisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Living Qur’an yaitu penelitian yang memberikan paradigma baru bagi pengembangan kajian Qur’an kontemporer, sehingga studi Qur’an tidak hanya berkutat pada wilayah kajian teks. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa tradisi piduduk adalah adat peninggalan masyarakat Banjar pra Islam yang sampai sekarang masih dilaksanakan. Tradisi piduduk memiliki makna pengharapan/do’a, sebagai ungkapan rasa syukur dan juga menjadi sedekah bagi orang yang melaksanakannya. Hukum melaksanakan tradisi piduduk pada prosesi upacara perkawinan dapat berubah sesuai dengan sebab dan niat orang yang melaksanakannya. Hukum melaksanakan tradisi piduduk bisa menjadi mubah, haram, dan sebagian ulama di kecamatan Daha Selatan berpandangan bahwa melaksanakan tradisi piduduk dapat memperoleh pahala</p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1544Guru Tua dan Gerakan Intelektual Progresif di Tengah Modernitas2025-07-30T22:47:01+08:00Muammar Zuhdi Arsalan Ammarmuammarprofetik@gmail.comHamzah S. Fathani Fathanihamzah.fathani@stainmajene.ac.idAan Setiawan Setiawanaansetiawan@stainmajene.ac.id<p><em>This study explores the intellectual contributions of Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri—widely known as Guru Tua—in shaping a progressive Islamic model through education and da'wah in Eastern Indonesia, particularly in the city of Palu. Using a qualitative descriptive approach based on library research, this paper examines how Guru Tua’s thought and practice reflect principles of transformative, inclusive, and contextual Islam. Through Alkhairaat, the educational institution he founded, Guru Tua integrated religious and secular knowledge as a means of liberating society from the structural ignorance imposed by colonialism—resonating with Paulo Freire’s concept of critical pedagogy. His culturally adaptive and inclusive da'wah strategy also fostered social harmony in a multicultural society. In today's context marked by rising extremism and spiritual crises, Guru Tua’s legacy offers a compelling model of Islam Nusantara—tolerant, visionary, and deeply relevant. This research highlights the enduring significance of his thought in shaping a liberating and civilization-building Islamic paradigm for the contemporary world.</em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penelitian ini membahas kontribusi pemikiran Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri atau yang dikenal sebagai Guru Tua dalam membangun model keislaman progresif melalui pendidikan dan dakwah di Indonesia timur, khususnya di Kota Palu. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif berbasis studi pustaka, penelitian ini menggali bagaimana pemikiran dan praktik Guru Tua mencerminkan prinsip-prinsip Islam yang transformatif, inklusif, dan kontekstual. Guru Tua memadukan ilmu agama dan ilmu umum dalam sistem pendidikan Alkhairaat untuk membebaskan umat dari kebodohan struktural kolonial, sejalan dengan gagasan pendidikan pembebasan ala Paulo Freire. Pendekatan dakwahnya yang kultural dan adaptif juga berhasil menciptakan harmoni sosial di tengah masyarakat multikultural. Dalam konteks kekinian yang diwarnai ekstremisme dan krisis spiritualitas, warisan pemikiran Guru Tua menawarkan model Islam Nusantara yang toleran, visioner, dan relevan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran Guru Tua layak dijadikan rujukan dalam merumuskan paradigma keislaman dan pendidikan Islam kontemporer yang membebaskan dan membangun peradaban.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: <em>Guru Tua, Islam Progresif, Modernitas</em></p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1523Penanggalan Hadis Muslim2025-07-31T01:03:41+08:00Umar Hadiuh2365509@gmail.comMuhammad Raisrais-mandar@stainmajene.ac.idRahmat Nurdinrahmatnurdin@stainmajene.ac.id<p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Artikel ini membahas konsep dan metode penanggalan hadis yang dikembangkan oleh Harald Motzki sebagai respon terhadap pendekatan skeptis para orientalis terdahulu seperti Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht. Motzki menawarkan pendekatan baru melalui metode <strong>isnād cum matn analysis</strong>, yaitu analisis gabungan terhadap sanad dan matan hadis, yang bertujuan untuk menilai tingkat otentisitas dan historisitas hadis secara lebih menyeluruh dan konstruktif. Pendekatan ini dianggap sebagai penyempurnaan dari teori <em>common link</em> yang banyak digunakan sebelumnya, karena mampu mengidentifikasi transmisi hadis yang nyata dan orisinal. Artikel ini juga mengulas secara kritis metode penanggalan hadis yang berbasis matan, sanad, dan kemunculannya dalam kitab-kitab kanonik, serta menunjukkan bagaimana Motzki menghadirkan alternatif metodologi yang lebih mendekati pendekatan ilmiah dan adil terhadap sumber hadis. Dengan metode ini, Motzki menegaskan bahwa tidak semua hadis perlu diragukan keasliannya, dan sejumlah hadis dapat ditelusuri hingga ke periode awal Islam dengan lebih akurat.</p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1777Konsep Naskh dalam Pemikiran Huseyin Atay2025-07-31T08:18:30+08:00Sumadi Sumadisumadi1190@gmail.comSulkifli Sulkiflisulkiflibanor@stainmajene.ac.idMuhammad Salehmuhammadsaleh@stainmajene.ac.id<p><strong>Abstract</strong></p> <p>This research discusses the concept of naskh according to Huseyin Atay's thought. In reality, scholars differ in addressing naskh in the Qur'an, there are groups of supporters and not a few who reject, one of whom is Huseyin Atay. This type of research is qualitative research based on literature (library research) using a rationality approach. The results of this study show that the fundamental thing about Atay's view regarding naskh is that there is no naskh in the Qur'an. This view is based on the conclusion that each verse has the validity of its own content and context. He continued, the view that states there is naskh between verses in the Qur'an contradicts QS. al-Nisa>'/4: 82 that if the Qur'an did not come from Allah, there would be contradictions in it. This research can be a reference in the study of ‘ulu>m al-Qur'a>n, especially related to naskh in Huseyin Atay's view.</p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penelitian ini membahas tentang konsep <em>naskh </em>menurut pemikiran Huseyin Atay. Dalam realitasnya, para ulama berbeda dalam menyikapi <em>naskh </em>dalam al-Qur’an, terdapat kelompok pendukung dan tidak sedikit pula yang menolak, satu di antaranya adalah Huseyin Atay. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif berbasis kepustakaan <em>(library research) </em>dengan menggunakan pendekatan rasionalitas. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hal mendasar dari pandangan Atay terkait <em>naskh </em>adalah tidak ada <em>naskh </em>dalam al-Qur’an. Pandangan itu didasarkannya pada kesimpulan bahwa setiap ayat memiliki keabsahan dari kandungan dan konteksnya sendiri. Lanjutnya, pandangan yang menyatakan terdapat <em>naskh </em>antar ayat dalam al-Qur’an bertentangan dengan QS. al-Nisa>’/4: 82 bahwa seandainya al-Qur’an itu tidak datang dari sisi Allah tentulah ditemukan pertentangan di dalamnya. Penelitian ini dapat menjadi referensi dalam kajian <em>‘ulu>m al-Qur’a>n </em>terutama terkait dengan <em>naskh </em>dalam pandangan Huseyin Atay.</p> <p> </p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1778Tindak Pidana Perzinahan dalam Persfektif Hadis2025-07-31T09:43:00+08:00Sri Karmila Doldolkarmila41@gmail.comArwin Hafiderwin.hafid@uin-alauddin.ac.idMuhammad Dirman Rasyiddirmanrasyid@stainmajene.ac.idAnugrah Reskianianugrahreskiani@iainkendari.ac.id<p><strong><em>Abstract:</em></strong></p> <p><em>This paper discusses adultery as a criminal offense in Islam based on the Prophetic traditions. It aims to explore the concept of zina, the sanctions imposed on perpetrators, and the relevance of applying Islamic criminal law in contemporary social contexts. Using a normative-theological approach and qualitative descriptive methods, the data are obtained from primary sources in the form of authentic hadiths and supported by secondary literature. The study reveals that Islam imposes firm sanctions against adultery, such as stoning for married offenders (muḥṣan) and flogging for unmarried ones (gairu muḥṣan), serving both as a preventive and educational measure to uphold public morality. In Indonesia, its application faces legal challenges, as adultery is classified as a complaint-based offense. This study recommends a reformulation of national criminal policies grounded in hadith values to realize a fair and moral legal system.</em></p> <p><strong>Abstrak:</strong></p> <p>Tulisan ini membahas perzinaan sebagai salah satu bentuk tindak pidana dalam Islam berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam konsep zina, sanksi terhadap pelakunya, serta relevansi penerapan hukum zina dalam konteks sosial kontemporer. Menggunakan pendekatan normatif-teologis dan metode kualitatif deskriptif, data diperoleh dari literatur primer berupa hadis-hadis ṣaḥīḥ serta literatur sekunder pendukung lainnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa Islam menetapkan sanksi tegas terhadap zina, seperti rajam bagi pelaku yang telah menikah (<em>muḥṣan</em>) dan cambuk bagi yang belum menikah (<em>gairu muḥṣan</em>), sebagai upaya preventif dan edukatif dalam menjaga moralitas publik. Dalam konteks Indonesia, penerapan hukum ini dihadapkan pada sistem hukum nasional yang menetapkan zina sebagai delik aduan. Kajian ini merekomendasikan reformulasi kebijakan hukum pidana nasional berbasis nilai-nilai hadis, demi mewujudkan sistem hukum yang adil dan bermoral.</p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1645Qat}’iy dan Z}anniy Perspektif Pemikiran Islam2025-07-31T10:10:48+08:00Rahmat Rahmandaquglobalwisata@gmail.comAndi Aderus Aderusandiaderus@uin-alauddin.ac.id Indo Santalia Santaliaindosantalia@uin-alauddin.ac.id<p><em>This study explores the concepts of qath’i and zhanniy in the sources of Islamic law, namely the Qur'an and Hadith, from the perspectives of tsubut/wurud (authenticity of origin) and dalalah (implication of meaning). The research employs a literature review method with a qualitative approach and content analysis of classical and contemporary scholars' views. The findings indicate that the Qur'an is generally considered a qath’i al-wurud (definitive in transmission), while Hadits except for those classified as mutawatir are typically zhanniy al-wurud (speculative in transmission). In terms of dalalah, some texts are deemed qath’i due to their singular and unambiguous meanings, while others are considered zhanniy as they allow for multiple interpretations, such as verses regarding iddah (waiting period) and the procedure of ablution. This study emphasizes that distinguishing between qath’i and zhanniy is essential to prevent rigidity in religious practice, avoid extremism, and promote a moderate understanding of Islam.</em></p> <p><strong>Abstrak:</strong></p> <p><em>Perbedaan</em> pemahaman terhadap nash-nash dalam al-Qur’an dan Hadis seringkali berpangkal pada persoalan <em>q{at{‘i></em> dan <em>z{anni></em>, baik dari sisi asal-usul maupun penunjukan maknanya, yang berdampak pada beragamnya fatwa dan mazhab dalam Islam. Olehnya itu, penelitian ini bertujuan untuk membahas konsep <em>q{at{‘i></em> dan <em>z{anni></em> dalam sumber hukum Islam, yakni al-Qur’an dan Hadis, baik ditinjau dari aspek <em>s\ubut /wuru>d>d</em> (kepastian asal sumber) maupun <em>dala>lah</em> (penunjukan makna). Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan pendekatan kualitatif dan analisis isi terhadap pandangan para ulama klasik dan kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa al-Qur’an secara umum merupakan sumber hukum yang <em>q{at{‘i> al-wuru>d>d</em>, sedangkan Hadis, kecuali yang mutawatir, umumnya tergolong <em>z{anni> al-wuru>d>d</em>. Dari sisi <em>dala>lah</em>, terdapat <em>nas}</em> yang bersifat <em>q{at{‘i> </em>karena mengandung makna tunggal dan pasti, serta <em>nas{</em> yang <em>z{anni></em> karena membuka kemungkinan makna jamak dan multitafsir, seperti pada ayat tentang iddah dan tata cara wudhu. Penelitian ini menegaskan bahwa pembedaan antara <em>q{at{‘i></em> dan <em>z{anni></em>, penting untuk mencegah kekakuan beragama, menghindari sikap ekstrem, dan mendorong pemahaman Islam yang moderat (<em>was{at{iah</em>). Pemikiran Islam tentang <em>q{at{‘i></em> dan <em>z{anni></em> adalah hasil ijtihad ulama yang dinamis, kontekstual, dan responsif terhadap perkembangan masyarakat.</p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANGhttps://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/pappasang/article/view/1779Analisis Nilai-Nilai al-Qur’an dan Hadis dalam Tradisi Mappatende di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene2025-07-31T09:59:08+08:00Makmurmakmurmandar89@gmail.comAbdul Waris Marsyammarsyamabdulwaris@gmail.comSukarman SukarmanUlumanda451@gmail.com<p><strong><em>Abstract:</em></strong></p> <p>The <em>Mappatende</em> tradition is an annual ritual performed by agrarian communities in Panggalo Village as a form of gratitude for the harvest. However, this tradition has received various perceptions among local residents, with some groups viewing it as a religious innovation (bid‘ah). This study aims to analyze the Qur'anic values embedded in the <em>Mappatende</em> tradition and how these values are implemented in the community’s social life. The research employs a qualitative approach using observation, in-depth interviews, and documentation methods. Data analysis is conducted through the Living Qur’an approach, which interprets how Qur’anic teachings are practiced contextually within local culture. The findings reveal that the <em>Mappatende</em> tradition embodies and expresses Qur’anic values such as gratitude (shukr), kinship (silaturahmi), cooperation, and charity (sadaqah), all of which are reflected in each stage of the ritual. These results imply that local traditions can serve as a medium for contextualizing and preserving Islamic values within society.</p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><em>: Living Qur’an, Mappatende, Qur’anic values, local tradition.</em></p> <p><strong>Abstrak:</strong></p> <p>Tradisi <em>Mappatende</em> merupakan ritual tahunan masyarakat agraris di Desa Panggalo sebagai bentuk ungkapan syukur atas hasil panen. Namun, tradisi ini mendapat beragam pandangan di tengah masyarakat, termasuk anggapan sebagai praktik bid‘ah oleh sebagian kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai al-Qur’an yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi <em>Mappatende</em> serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan sosial masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Analisis dilakukan dengan pendekatan Living Qur’an, yaitu menelaah makna dan praktik nilai-nilai Qur’ani dalam budaya lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi <em>Mappatende</em> mengandung dan merepresentasikan nilai-nilai al-Qur’an seperti syukur, silaturahmi, kerjasama, dan sedekah, yang diimplementasikan dalam seluruh tahapan pelaksanaannya. Implikasi dari temuan ini menunjukkan bahwa tradisi lokal seperti <em>Mappatende</em> dapat menjadi media aktualisasi ajaran Islam secara kontekstual dan menjadi sarana pelestarian nilai-nilai Qur’ani dalam budaya masyarakat.</p> <p><strong><em>Kata Kunci:</em></strong> <em>Living Qur’an, Mappatende, Nilai-Nilai al-Qur’an, Tradisi lokal</em></p>2025-06-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 PAPPASANG